Olimpiade Sains, Dulu, Kini dan Nanti

Well, tidak terasa ini sudah tahun 2012. Olimpiade Sains Nasional (OSN) sudah mau masuk ke edisi ke 12-nya. Baru nyadar ketika tiba-tiba muncul banyak tawaran ngajar.

Kebetulan, dulu saya sempat agak lama berkecimpung di dunia tersebut. 2004, 2006, dan 2007. Santai, saya bukan alien yang sangat mendewa. Hanya sekedar peserta biasa yang turut mengisi daftar hadir. Pas 2004, OSN diadakan di Pekan Baru, Riau. Itu adalah edisi ketiga. Saya sendiri menemukan banyak perbedaan.

Kalau dulu :

  1. Tidak banyak orang tahu apa itu OSN. Bahkan saya sendiri sebagai salah satu pesertanya
  2. Karena belum banyak yang tahu, maka belum populer. Daerah-daerah dan sekolah-sekolah belum ambisius. Kecuali beberapa sekolah, misal SMP N 8, yang super niat
  3. Karena belum banyak yang ambisius, belum marak juga bimbel-bimbel khusus olimpiade
  4. Belum ada peraturan yang aneh-aneh
  5. Susah nemu buku khusus olimpiade di Gramedia

Kalau sekarang :

  1. OSN sudah jauh lebih populer
  2. Daerah-daerah dan sekolah-sekolah sudah ambisius
  3. Mulai banyak bimbel-bimbel khusus olimpiade
  4. Ada peraturan yang dibuat agar lebih merata, misal 1 sekolah maksimal 3 siswa per mapel
  5. Buku khusus olimpiade, banyak parah

Khusus poin ke tiga, bimbel tersebut biasanya bermutualisme dengan para alumni juara olimpiade untuk dijadikan pengajar. Ada yang pengajar tetap, ada juga pengajar tidak tetap tetap. Ada yang ngajar buat sekolah atau daerah. Persiapan seleksi kota maupun provinsi.

Menarik memang. Bagi pengajar, ini kesempatan untuk mengamalkan ilmu yang diperoleh selama bertahun-tahun. Dapet tambahan uang saku pula. Sangat lumayan nominalnya lho. Tapi, setelah melihat-lihat beberapa bimbel, hampir semuanya sama. Ahaha…

Bimbel ini sebenarnya bagus. Jika dilihat dari efek penyebaran ilmunya. Tapi, saya juga pernah melihat fakta lain. Jadi, suatu ketika, saya pernah ikutan mengajar. Well, saya menemukan beberapa anak tidak antusias. Entah saya yang cupu atau membosankan, atau bagaimana. Iseng-iseng, saya ketika tes, saya kasih pertanyaan :

Ceritakan cita-cita kalian?

Ceritakan hobi kalian?

Beberapa diantaranya memberikan jawaban yang nylekit di hati saya. Salah satu yang saya ingat, ada perempuan yang menjawab ingin menjadi model. Kebetulan, saya lihat memang prospek jadi model. Postur tinggi, lumayan menjual juga wajahnya. *lhoh. Tapi, masih lanjutan dijawabannya. Jadi, dia ikutan bimbel ini gara-gara disuruh ayahnya. Padahal, dia sendiri mengaku tidak nyaman.

Wew. Bingung saya.

Lain cerita, ada juga pengalaman nemu anak SMA yang bahkan aljabar “15 = x + 5” saja tidak lancar, dan sering salah. Padahal, kata sekolahnnya, mereka adalah 5 besar tiap kelas. Wew. Bagaimana dengan yang peringkat 5 terbawah?

Mungkin, ikut olimpiade seperti tidak hanya butuh skill saja. Minat yang tinggi juga harus ada. *tidak hanya di bidang ini sih. Juara kelas belum tentu lancar di dunia olimpiade. Walaupun, saya nemu beberapa manusia lontong yang terlalu jago sehingga baik di kelas maupun di luar kelas sama-sama jadi juara. Biasanya ini wanita.

Pernah kepikiran, sebenarnya, dengan internet saja, harusnya sudah cukup untuk belajar olimpiade ini. Soal dan materi berlimpah. Forum-forum diskusi juga banyak. Tinggal mau atau tidak. Mau ngerjain soal di Arthur Engel atau tidak.

Arthur Engel
Arthur Engel

Tapi, bukan berarti pelatihan itu tidak berguna lho. Bagi sebagian besar orang, pelatihan ini mampu mengatrol skill dengan cepat. Dan lebih fokus. Karena tiap hari dijejeli soal dari pagi hingga malam. Apalagi, menemukan teman yang satu gen. Wuih, rasanya menyenangkan. Sampai-sampai, antar peserta pelatihan jadi akrab. Maklum, dari bangun tidur, sampai bangun lagi ketemu orang yang sama. Sampai kaos, jaket, atau apalah. Bahkan, nama Imajimatika ini saya ambil dari sana. Andai dapat jodoh di sana juga. *eaaa. Kalau kata salah satu Sannin-nya pelatihan, pelatihan itu memang buat memfokuskan peserta untuk hanya fokus ke satu hal saja. Mungkin sama kali ya seperti pelatihan PON, Sea GAMES, dll.

Bukti lain, prestasi Indonesia di IMO juga meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

Terakhir, berharap saja, Olimpiade ini tidak dipolitisasi seperti sepakbola. Jadi rebutan makhluk tidak tahu diri. Peserta hanya sekumpulan anak yang suka ke matematika dan turunannya. Kalau sampai ada, tak kethak sirahe.

Semoga lagi, prestasi Indonesia bisa makin naik di Internasional. Semoga.

Witing tresno jalaran seko kulino. Kulino nggarap soal.

NB : ini pendapat pribadi lho ya.

PS : yeee, berhasil pensiun….

11 comments

  1. OSN itu, politik sun. Politiknya sekolah, dinas kota, propinsi, pusat, politiknya orangtua, politik pelajar sendiri. Dengan motivasi yang macam-macam.

    Bagaimana dengan yang peringkat 5 terbawah?

    Euh, saya dulu masuk 5 terbawah, sejak smp sampe sma..

  2. @zul : aku njupuk kesimpulan di akhir wae… modal tanda tangan juga…
    @mufti : hooh muf, saiki wis ra koyo biyen…. lha kowe sih, sekolah nang sekolah apik.. aku juga pernah 7 terbawah…

  3. Pada ngomen OSN, aku tak ngomenin yang lain.

    “Andai dapat jodoh di sana juga. *eaaa”…
    “Witing tresno jalaran seko kulino. Kulino nggarap soal.”—> (masih bisa dilanjutkan begini: “kulino nggarap soal bareng…”) #eaaaaaaaa 😀

    gyahahaha…

    ndongane sing kenceeeng sun! +.+ *opotoh…

    • woalah… mesti lho sing sisipan2 sing dikomen -__-a

      tapi dudu uwong pertama sing ngomen koyo ngene hus… ahaha…

      btw, kuwi lanjutane apik… ahahaha…

      ndonga, ndonga, ndonga, ndonga, ndonga, ndonga….

  4. Terakhir, berharap saja, Olimpiade ini tidak dipolitisasi seperti sepakbola. Jadi rebutan makhluk tidak tahu diri. Peserta hanya sekumpulan anak yang suka ke matematika dan turunannya. Kalau sampai ada, tak kethak sirahe.
    Dari tulisan di atas berarti sirahe kepsek anakku perlu dikethak ya? Hahahaa…

Tinggalkan Balasan ke Zk-9 Batalkan balasan