5 Cerita dari Surabaya

Catatan: cerita ini juga bisa dibaca (lebih awal) di akun medium saya

Tempo hari, saya ada keperluan ke Surabaya. Sebelum berangkat, saya sempat ngobrol dengan istri yang menyingung tentang pengalaman saya ke Surabaya. Ternyata, sudah lama sekali saya tidak ke Surabaya. Bahkan total hanya lima kali saja. Namun, semuanya berkesan bagi saya. Berikut ini cerita singkatnya, mumpung ingat.

“Pemain” Pengganti Lomba Teknik Kimia: Sepatu dan Titrasi

Pertama kali saya ke Surabaya aslinya tidak sengaja. Ini ketika masih SMA. Sunni versi rajin ikut lomba (banyak cerita tentang lomba-lomba ini, tapi lain kali saja). Lomba yang saya ikuti berupa lomba beregu (2 orang), yang mengadakan kalau ndak salah Teknik Kimia ITS. Penyisihan diadakan di berbagai kota (termasuk di sekolah saya). Yang lolos, akan ditandingkan di ITS.

Kimia aslinya bukanlah keahlian saya. Meski saya ada pengalaman unik: ikut ujian, gak bisa ngerjain, tidur, nglilir, lihat ada jawaban yang kayaknya salah, dibenerin, tidur lagi dan dapat 100 ✌️Yah, cuman sekali itu aja sih.

Wajar saja, regu saya tidak lolos. Kalau ndak salah saya seregu bareng seseorang, sebut saja Lorenz. Yang lolos anak-anak yang ikut olimpiade kimia (para perempuan, halo Dhani, Uli, Iis, Utami), 1 regu senior, dan 1 regu laki-laki rekan sekelas kami, sebut saja anggotanya Hepi dan Yanuar. Mereka dijadwalkan ke Surabaya untuk babak selanjutnya.

Namun garis nasib memang tak ada yang tahu. Yanuar dipanggil ikut pelatnas. Hepi kok bisa-bisanya memilih saya jadi pemain pengganti hahaha.

Berangkatlah kami ke Surabaya. Lomba ada tiga tahapan: Perempat final (entah esai atau isian atau pilihan ganda), Semi final (praktik), dna Final (tebak cepat, kayakya).

Secara mengejutkan, saya dan Hepi bisa lolos dari babak perempat final wkwkwk. Saya gak ngerti sebagian besar soal. Tapi ada pilihan ganda, jadi masih bisa ngawur indah lah. Sayang, regu lain dari sekolah saya gugur. Aneh bin ajaib, saya lupa detilnya kok bisa.

Intermezzo sedikit. Salah satu “kebiasaan” saya ketika lomba adalah mules perut. Mungkin pertanda stress kali ya. Tapi biasanya ini pertanda baik, karena kalau mules, biasanya hasil lombanya menyenangkan, wkwkwk.

Tak terkecuali kali ini, saya pun merasakannya. Karena tak tertahankan, saya pun cari toilet dan menuntaskan urusan yang tak bisa ditunda tersebut. Saya pun nangkring di salah satu toilet.

Sekilas info sebagai gambaran. Toilet di kampus biasanya tidak sebagus di gedung perkantoran. Kadang tidak terawat atau yang penting tertutup atau permanen 90%. 11–12 dengan toilet siswa di SD, tidak sebagus toilet guru pastinya. Kadang ada dinding pembatas yang tidak penuh sampai ke atap. Dinding ini kadang dipakai untuk naruh sampo sachet kalau di kampung-kampung. Kadang lagi, ada sela-sela di antara dinding. Biasanya banyak benda jatuh dan tak terambil lagi.

Oke, balik lagi ke cerita. Nah, berhubung takut sepatu saya basah, saya taruhlah sepatu saya di atas dinding toilet tersebut. Sebuah dinding yang tidak sampai ke atap dan ada sela-selanya…

Lha kok ya si sepatu malah jatuh ke sela-sela dinding wkwkwk. Mana dalam dan sempit. Saya lapor ke guru yang mengantar, sempet dibantu mengambil dan ngogrok-ogrok dengan kayu, tapi tetap tak terambil.

Akhirnya, daripada saya nyeker atau sandalan jepit, saya dipinjami sepatu oleh guru saya tersebut. Guru saya yang pakai sandal hahaha.

Saya agak lupa, mana yang lebih dulu, babak perempat final atau kasus sepatu jatuh ini. Tapi kurang lebih begitulah cerita masing-masing.

Di babak semifinal, kami harus melakukan praktikum kimia. Sayang seribu sayang, di sekolah belum sampai ke praktikum tersebut. Saya ingat kalau kami harus melakukan titrasi. Yah, intinya mencampur dua cairan kimia, lalu lihat perubahan warnanya, dan bisa dicari kira-kira cairan tersebut adalah senyawa apa.

Cuman tahu teori, gak tahu praktiknya karena memang belum pernah. Harusnya, cairan yang dicampur berubah warna. Lha kok udah dicampur banyak gak berubah warna wkwkwk. Salah satu cairannya sampai tumpah kena dengkul saya. HCl kalau ndak salah. Jadi agak gatal-gatal lah dengkul saya.

Setelah diperiksa oleh juri (?), yang tentu saja kami terlihat gagal, kami iseng menggoyang-goyang tabung reaksi. Barulah, cairan campuran tadi berubah warna. Jebulnya perlu digoyang-goyang hahaha.

Akhirnya, kami ndak masuk final, tapi cukup berkesan perjalan lomba tersebut. Kalau ndak salah, kami naik mobil dari Semarang ke Surabaya. Sempet makan soto kudus di Kudus juga sepertinya.

Dan, sampai sekarang saya ndak bisa dan terlalu suka kimia. Eh, pas kuliah malah wajib ambil Kimia Dasar 1A dan 2A (halo buku Hiskia Ahmad)

Perempatan Alun-alun Surabaya

Lomba Matematika OMITS

Ini ke dua kalinya saya ke Surabaya. ITS lagi dan lomba lagi. Tapi kali ini lomba matematika. Beregu. Saya satu regu dengan teman saya yang pinter, sebut saja namanya Hendra. Sekarang sering muncul di iklan Data Science. Top memang.

Tidak terlalu banyak ingatan saya. Cuman keinget kami juara 3. Juara 1-nya dari Bandung (halo Santi). Juara 2-nya jagoan Jatim dari Trenggalek (sebut saja namanya Satria dan Eric).

Pas saya nanya Hendra, dia nemu pernah ada beritanya: https://www.its.ac.id/news/2007/04/03/sukses-besar-olimpiade-matematika-its-2007/

OSN 2007

Kali ke tiga, masih tentang lomba. Mewakili Jawa Tengah di Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2007. Jujur saya lupa detilnya. Foto-foto pun ndak punya wkwkwk. HP saya masih Nokia 3315 kayaknya.

Hasil yang diperoleh juga kurang memuaskan. Karena pengennya dapet emas, tapi “cuman” dapet perak. Ya sudahlah, rejekinya hanya sampai sana.

Salah satu yang ingat, saya jadi bisa ketemu lagi teman-teman olimpiade saya dari Jogja setelah 3 tahun berpisah. Sekarang, mereka udah pada jadi orang-orang hebat di bidang masing-masing. Mantap.

Oh iya, kali ini saya naik kereta (kali pertama dalam hidup sepertinya). Kayaknya Pemda Jateng pesan beberapa gerbong untuk kami. Pas perjalanan pulang, lha kok ada fashion show-nya wkwkwk. Anak-anak SMA mana peduli.

OSN tersebut juga menjadi event akbar terakhir saya di masa SMA. Soalnya, pas pelatnas IMO, ndak lolos wkwkwk. Geometri dapet 0 terus kok mau lolos.

Promo AirAsia dan Kereta Ekonomi 16 jam

Kali ke empat, tema-nya ekonomis. Maklum, jaman mahasiswa, duit tipis. Pemicunya adalah, teman-teman kuliah saya tertarik untuk jalan-jalan irit sebelum lulusan. Pas masa itu (~2012 atau sebelumnya), tiket pesawat murah-murah. Meskipun belinya kudu H-6 bulan. Pernah 10rb bisa terbang dari Jakarta ke Makasar.

Kolam di dalam Stasiun Gubeng

Singkat cerita, kami serombongan, pesen AirAsia tersebut, ke Surabaya. Jalan-jalan lah kami, nyewa mobil, muter-muter Surabaya, nyebrang ke Madura, dan sempat nginep di Malang juga.

Hal yang menarik, salah satu mobil kami kena tilang, mungkin nama supirnya Ghufron, seseorang yang pernah kecurian knalpot, sekaligus motornya. Karena merasa si pak polisi hanya mencari-cari kesalahan saja, turun lah kami semua dari mobil, termasuk mobil yang tidak ditilang. Mengerubungi pak polisi. Entah mendapat ilham atau apa, akhirnya ndak jadi ditilang. *Yah, kayaknya gitu ceritanya hahaha

Nah, pas pulang, kami ndak dapat tiket pesawat murah. Akhirnya, berpencar. Ada yang naik pesawat, ada yang naik kereta agak mahal, dan sisanya naik kereta ekonomi. Termasuk saya.

Kereta ekonomi ini bukan kereta ekonomi yang seperti sekarang. Dulu, tempat duduk bebas, pedagang bisa masuk, AC artinya Angin Cendela, orang tidur di lantai gerbong, posisi duduk hadap-hadapan 2 kursi vs 3 kursi, serta sumuk luar biasa.

Ya maklum, tiket Surabaya Bandung cuman sekitar 30an ribu. Berangkat dari Surabaya jam 7 pagi, sampai stasiun Kiara Condong, Bandung jam 11 malam. 16 jam! Sejak itu, saya kapok naik ekonomi lagi. Pegel badan hahaha.

Sekarang, kereta api sudah jauh lebih bagus. Jauh lebih nyaman. Salut saya dengan Pak Jonan.

Jalan-jalan yang ini cukup lengkap fotonya, tapi untuk kebaikan bersama, ndak usah diposting fotonya hahaha.

Bebek Sinjay dan Batik Madura

Kali ke lima, saya ke Surabaya karena ada keperluan pekerjaan. Saya saat itu kerja di Jakarta, dan dititahkan ke Surabaya untuk memantau training sebuah software. Kebetulan saya yang bikin software-nya. Jadi kalau ada pertanyaan dan saran yang membangun, bisa langsung disampaikan. Entah dikerjakan atau tidak, tergantung pak bos, ahaha.

Tidak terlalu menarik sih kisah training nya, saya juga udah lupa.

Yang berkesan malah pasca training. Karena masih malam pesawat saya ke Jakarta, diajaklah saya dan para trainer untuk jalan-jalan ke Madura. Jajan Bebek Sinjay. Konon ini enak banget. Saya sudah lupa rasanya. Tapi tempo hari njajal lagi yang di cabang Surabaya, memang cocok untuk saya. Gurih, tidak berminyak, mantep lah.

Bebek Sinjay, kurang estetik fotonya, tapi ya sudahlah ✌️

Kami juga diantar ke pengrajin batik di Madura. Beuh, mahal-mahal. Apalagi saat itu masih anyaran kerja. Ditambah, saya yang tidak terlalu suka bebelian baju. Tanya saja istri saya tentang ini hahaha. Dibeliin saja suka ndak mau, wkwkwk.

Nah, mumpung di sana, dan mungkin rada gengsi, saya pun ikutan beli. Beli yang relatif murah dibanding yang lain tentunya. Kalau ndak salah, harganya 150rb atau 175rb gitu. Sudah cukup bikin hati ser-ser karena mengeluarkan duit segitu banyak untuk baju. Mbak yang jualan juga bilang kalau perlu dicuci dengan lerak, jadi ndak bisa sembarangan. Makin mager saya pakai baju batik itu hahaha.

Fast forward, 10 tahun kemudian, baju batik itu masih saya pakai. Awet sekali ya. kalau dihitung, setahun hanya seharaga 17.500 saja. Dan masih pantas dipakai lagi. Terima kasih untuk istri yang sudah merawat bajunya, hehehe.

Kalau ada yang pernah ketemu saya langsung, dan saya pakai baju batik coklat muda + putih (atau krem, ya itulah), nah itulah Batik Madura saya. Asli dari Pulau Madura, konon dibikin di sana juga.

Epilog

Surabaya mungkin bukan kota favorit saya. Tapi ternyata punya beberapa kenangan. Saya juga ndak tahu apa kemarin adalah kunjungan terakhir saya selama hidup. Lha wong saya baru ke Surabaya lagi setelah 10 tahun.

Ditarik lebih tinggi lagi, kita ndak tahu sebuah hal itu hal terakhir atau bukan. Entah ketemu dengan seseorang, melakukan hobi, mengunjungi tempat, makan jajan, dan seterusnya. Enjoy while it lasts. Dan tentu, syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah, tetap jalani hidup ini, menjalankan yang terbaik, jangan menyerah, jangan menyerah, o uwo uwoooo.

Dan sebaliknya, kadang hal yang kita kira menjadi kesempatan terakhir, di masa depan muncul lagi. Dengan kemasan yang sama, maupun berbeda.

Wait But Why punya postingan menarik terkait hal ini di sini.

Oh ya kali ini, saya sempet beliin istri oleh-oleh, namanya kue Spiku yang merk Spika-Spiku. Enak banget. Saya yang biasanya ndak terlalu suka kue-kue manis, ini malah ketagihan dan cepat ludes haha. Harganya lumayan mahal sih. Konon ada yang lebih enak lagi, yang merk Resep Kuno.

Akhir kata, sampai jumpa di lain hari, untuk kita bertemu lagi.

Tinggalkan komentar