Kembali Peplayon Di Jogja Marathon

Peplayon itu artinya berlarian atau lari-lari-an, dari Bahasa Jawa. Milih kata peplayon ini biar bersajak saja sih judulnya :v. Intinya sih bulan lalu, saya ikutan lari di acara Jogja Marathon.

Jogja Marathon sendiri sebuat kegiatan lari (race event) yang diadakan di Jogja, walau nyebrang dikit ke Jawa Tengah. Diadakan rutin tiap tahun, namun saya sendiri baru ikut kali ini. Atas bujukan seorang teman. Detilnya monggo bisa dilihat di http://mandirijogjamarathon.com/home/. Saya ikut yang 10K saja. Maklum pelari hura-hura.

Setelah ambil race pack, saya baru tahu kalau cut off time nya 1 jam 45 menit. Weleh. Tak kira 2 jam. Saya pun ngecek history Endomondo saya. Kaget cuy, terakhir lari itu Juli 2017, sekitar 9 bulan yang lalu. Itupun cuma 3.3 km, dengan waktu 24 menitan. Kalau diregresi, 10 km bisa ditempuh sekitar 72 menit. Sejam 12 menit lah ya. Tapi kan lali ndak bisa diitung begitu. Belum kalau pakai berhenti segala. Mana saya ndak ada persiapan pula.

Ya wis lah, nekat saja. Udah ngambil race pack ini, masak gak ikut.

Paginya, naik Gojek ke lokasi, ternyata sudah berjalan larinya, tapi untuk yang 42km. Kebetulan, lokasi lari tidak jauh dari tempat tinggal saya. Start dari candi prambanan, finish juga di sana.

Rame banget lokasinya. Ada yang suka lari banget, terlihat dari kostum, obrolan, gear, atau dari bentuk tubuhnya. Saya ngobrol juga enggak, kostum default, gear juga gak ada. Sebenarnya kemarin beli yang buat naruh hape di lengan, belum pernah dicoba, lha wong belum pernah lari lagi sejak beli. Eh kok repot, akhirnya ndak jadi dipakai. Lel. Tas kecil saya juga lumayan merepotkan. Duh.

Jam 6, kami yang bagian 10km mulai lari. Penuh gan. Saya dari belakang, ndak bisa maju-maju. Tahu diri juga sih, pace nya amatir. Rute yang dilalui menurut saya cukup menyenangkan, yah kecuali pas lari ke timur, menantang matahari. Mata saya ndak kuat. Akhirnya nunduk-nunduk larinya. Belum panasnya.

Saya berujar dalam hati, “ini kalau pakai berhenti, pasti gak lulus CoT (cut of time), jadi jangan sampai berhenti”. Tak sampai 3 km berlari, berujar lagi, “Ya wislah, boleh berhenti, tapi setelah KM ke 5”, mencoba memberi harapan, siapa tahu pas KM 5, lupa dan jadi semangat larinya.

Mbhelgedes, makin lama lari, makin capek (ya iyalah). Mana suka rempong kalau pas jalanannya sempit. Mau nyelip, ndak bisa. Kalau ndak nyelip, suka kacau pace nya. Kalau depannya cepet sih oke-oke saja. Kadang ada yang lari kenceng dari belakang, nyelip saya, terus jalan. Wadoh.

Hal menarik lain adalah, saya suka mencari patokan dari pelari lain. Biar kayak ada saingan gitu. Biasanya nyari yang bajunya beda, biar gampang ngingetnya. Pernah kemarin itu dapet satu yang kayaknya cocok jadi patokan. Lama saya ikutin dari belakang, lumayan mirip pace nya. Saya nunduk, gara-gara lelah menatap jalanan. Eh pas lihat lagi, kok berubah orangnya. Tadinya cewek, sekarang cowok, atau sebaliknya.

Jebulnya, tadi pas di pos yang ada pisang, air minum, dan sejenisnya, pada berhenti. Terus ada pelari dengan kostum yang sama (kayaknya satu kloter) muncul di depan saya.

Saya sendiri tidak berhenti di pos manapun. Lari lewat water shower juga tidak. Foto-foto juga tidak, meski spotnya bagus, misalnya ketika melewati candi. Air mineral, pisang, air bukan mineral, busa air, lewat semuanya. Demi ndak berhenti.

Catatan, setelah kegiatan lari, banyak yang protes kalau airnya anget atau kurang apalah di pos-pos tadi. Saya sih ndak nemu, lha wong ndak berhenti.

Akhirnya, hampir finish juga. Menipu diri berkali-kali. Menjanjikan ke kaki kalau boleh berhenti satu KM lagi. Dan akhirnya, finish.  Beuh, mau ucul  rasanya. Kapok gan.

Habis finish, langsung ngantri medali, pisang, air mineral, dan air tidak mineral. Kemarin-kemarin ngidam pengen pisang, tapi kalau beli di supermarket, musti satu lirang, kan eman-eman. Alhamdulillah, dapet pisang gratisan. Saya ambil banyakan. Wkwkwk.

Saya pun duduk merehatkan kaki. Agak lama, sekalian nunggu teman saya finish. Lama memang dia. Ckckck.

Setelah cukup kuat berdiri, saya pun nyariin teman saya. Untung ketemu, jadi ada foto barengnya. Wkwkwk.

Tapi tak lama sih, saya kadung pengen pulang. Mau beli-beli di race village nya juga males, 11-12 kayak isi mall sebelah. Saya pun pulang. Niatnya naik GoJek. Susah ternyata dapet driver. Mungkin lagi banyak yang nyari. Eh, setelah dapet, ternyata ndak bisa langsung jemput. Zona merah katanya, terminal. Waduh. Saya pun jalan ke arah yang disebutkan pak gojek. Jauh gan. Makin terasa jauh karena kaki menjerit minta disubtitusi. Tapi, alhamdulillah sampai juga, dan saya pun pulang. Ketemu istri. Eh pas di rumah mati listrik. Namanya juga rejeki.

Keesokan harinya, kaki terasa mau copot. Susah jalan gan. Terutama bagian dengkul dan engkel. Kayak bengkak gitu. Wkwkwk. Serasa ada yang geser. Haduh. Memang sih, pada protes, ndak pernah diajak lari jauh juga. Yah, tapi alhamdulillah, sehari setelahnya, udah pulih lagi. Ajaib. Saya juga bingung.

Oh iya, hasil lari saya menurut chip time  adalah 1:31:54. Wkwkwk. Gak sampai seperempat jam di bawah cut of time. Tapi ya sudahlah, sudah maksimal. Kalau kemarin pakai mandek, niscaya susah lari lagi, dan hasilnya bubar jalan.

Oh iya (2), medalinya bagus ternyata. Wkwkwk. Saya suka.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Oh iya (3), ini foto dengan teman yang menjerumuskan saya ikut even ini. Semoga tidak saya ulangi lagi.

Lari Di Prambanan
Lari Di Prambanan

Lihat foto di atas, perut saya sudah menggunakan teknologi 3 dimensi. Terlihat dengan jelas konturnya. Tunggu saja yang versi 4DX.

Yak sekian dari saya, terima kasih sudah membaca. Ini sekalian buat postingan di 1Minggu1Cerita dengan tema “Kembali”.

Silakan lanjutkan kembali kehidupan anda dengan lebih bermakna.

Tinggalkan komentar