From Ronaldo To San Siro

Bisa juga dibaca di sini.

Tempo hari, klub sepakbola favorit saya, Inter Milan, berulang tahun yang ke 115. Tidak ada yang istimewa, malah lagi soeram karena kalah dari Spezia, hadeuh. Tapi, ulang tahun kali ini mengingatkan saya untuk menulis pengalaman saya nonton Inter langsung di kandangnya, San Siro alias Giuseppe Meazza.

Sedikit intro, saya sudah menyukai Inter sudah sejak lama, sekitar 1997 atau 1998. Alasannya pun sama seperti kebanyakan fans Inter sepantaran saya, yakni Ronaldo asli. Ronaldo yang asli ini yang dari Brazil, yang sempat kuncung pas main di piala dunia 2002, bukan yang pemain terbaik ke dua sepanjang masa setelah Messi, wkwkwk.

Singkat cerita, sebagai penggemar Inter, saya tentu ingin merasakan pengalaman menonton Inter langsung di kandangnya. Pas kecil sih ndak pernah kepikiran kapan dan bagaimana, tapi yang penting mimpi dulu, gratis ini.

Inter sempat mengunjungi Indonesia di tahun 2012 dan saya pun sempat nonton pertandingan persahabatannya di Gelora Bung Karno. Pernah saya tulis ini blog saya yang bisa dibaca di sini. Sudah sangat lama memang, tapi tidak sampai 10 tahun hingga saya bisa berkunjung langsung.

Mencari Tiket

Fast forward 20 tahun sejak saya kenal Inter, saya migrasi ke Eropa bersama istri, dan akhirnya berlabuh di kota Muenchen 1.5 tahun setelahnya. Sudah barang tentu, saya mencari tahu cara ke Milan. Namun sayang seribu sayang, tepat di saat saya mau pindah ke Muenchen, pandemi covid 19 menyerang. Liga sepakbola pun diberhentikan.

Ketika mulai jalan lagi liga-liga sepakbola, penonton masih dibatasi. Kadang tiket sudah dibeli, pertandingan dibatalkan. Sungguh sebuah situasi yang penuh ketidakpastian.

Namun pada akhirnya, saya memberanikan diri untuk mencoba nonton Inter langsung. Ternyata oh ternyata, cari tiket tidak mudah. Untuk pertandingan besar, tiket mahal ampun dan nyarinya susah. Akhirnya, saya memutuskan untuk mencari pertandingan melawan klub yang ndak terlalu besar. Ketemulah jadwal yang cocok, Inter vs Venezia pada tanggal 22 Januari 2022.

Ketika tiket mulai di jual sekitar sebulan sebelumnya, saya langsung beli. Cari tempat duduk di tribun secondo verde, hanya 5 Euro saja. Sangat murah kalau dibandingkan pertandingan besar yang bisa tembus 200–300 Euro. Berdasarkan rekomendasi Federico, korwil Interisti cabang Muenchen, tribun ini yang seimbang antara keseruan fans dan kenyamanan menonton. Lokasinya di kurva Inter di lantai 2. Tiket kereta untuk berangkat dan bus untuk pulang pun sudah saya beli.

Terancam Ditunda, Refund Tiket, dan Tiket Gratis

Sekitar seminggu sebelum pertandingan, pemain Venezia banyak yang terkena covid. Pertandingan pun terancam ditunda karena ada kemungkinan Venezia kekurang pemain. Dan tiket saya pun di-refund. Buyar sudah impian saya. Tiket kereta dan bus pun terancam hangus.

Beberapa hari kemudian, malah mendapatkan kabar bahwa Inter membagikan beberapa tiket secara gratis kepada member resmi Interisti. Kebetulan, saya dulu mendaftar sebagai anggota di Interisti cabang Muenchen. Bahkan sempat ikut nonton bareng juga.

Saya mencoba peruntungan untuk ikut undian. Cukup yakin keterima karena dengan kondisi yang serba tidak tentu, orang-orang malas untuk bepergian. Sementara saya sudah kadung beli tiket kereta dan bus, wkwkwk.

Memantau nasib pertandingan

Dan, memang saya mendapat tiket gratisnya, wkwkwk. Tapi deg-degan masih belum usai. Pertandingan masih rawan ditunda. Hampir tiap hari saya mencoba mencari kabar tentang nasib pertandingan ini di situs berita Italia. Singkat cerita, beberapa jam sebelum kereta saya berangkat, saya memutuskan untuk tetep ke Milan karena dari pihak Venezia cukup yakin untuk tetap turun ke lapangan. Nekat memang, karena kepastian pertandingan baru muncul besok harinya.

Drama Tiket Kereta dan Kereta 12 Jam ke Milan

Satu kesalahan saya adalah, saya belum mencetak tiket kereta saya. Hal ini diwajibkan oleh pihak OBB-nya. OBB sendiri adalah PT KAI versi Austria. Kenapa Austria? Karena saya akan melewati Austria. Ngalang sih, tapi ini yang paling cocok jadwalnya.

Kereta saya pukul 8 malam, sementara saat itu sudah sekitar jam 6an. Tempat nge-print dekat rumah saya sudah tutup dari jam 5 sore. Memang susah nyari tempat print yang buka sampai malam. Untung, ada 1 tempat print yang masih buka, tapi posisinya berlawanan dengan arah stasiun.

Setelah saya pamitan ke istri, dan diberi bekal, saya pun mengayuh sepeda ke tempat ngeprint. Kondisi sedang dingin dan agak bersalju. Wuh, penuh perjuangan. Setelah selesai ngeprint, langsung ngebut ke stasiun. Alhamdulillah, masih sempat naik keretanya.

Kereta yang saya naiki adalah kereta malam, OBB-Night Jet. Saya beli yang paling murah, di kabin yang harusnya bisa diisi 6 orang. Tapi, mungkin karena sedang pandemi, penumpangnya sepi. Saya pun menjadi penguasa di kabin tersebut wkwkwk.

Bekal dari istri tercinta

12 jam waktu yang lama memang. Melewati Salzburg, lalu ke Verona, dan baru ke Milan. Saya habiskan waktu dengan makan bekal, nonton film yang sudah diunduh, dan mencoba tidur dengan posisi yang kurang oke karena ndak ada bantal.

Gambaran rute yang ditempuh kereta NightJet

Dan setelah 12 jam, akhirnya saya pun sampai di Porta Garibaldi, stasiun di Milan.

Note: sepertinya rute yang saya ambil tersebut sudah tidak ada, karena pas saya cari ndak nemu-nemu.

Jalan-jalan Singkat di Milan

Sebenarnya, saya sudah pernah ke Milan 2x. Yang pertama bareng teman, sebut saja Maul. Hanya transit singkat, tapi kami sempat ke san siro, meski hanya keliling karena ndak ada pertandingan. Yang ke dua, liburan bareng istri. Ada pertandingan Inter sebenarnya, tapi dilaksanakan sehari sebelum kami sampai. Belum rejeki memang.

Setelah check in di AirBnB, saya jalan-jalang singkat sambil menunggu pertandingan di sore hari. Melihat lagi Duomo (lebih ke nyari matahari), masuk ke Inter Store, meninjau Galleria Vittorio Emanuele II, dan menyambangi Sforzesco Castle.

Setelahnya, saya balik ke AirBnB sebentar untuk siap-siap ke stadion.

Dan Akhirnya, Inter di San Siro

Agak terlambat saya datang. Baru ingat, kalau kita bisa menyambut bus pemain ketika sampai di stadion. Tapi tak apalah, lain kali.

Hanya ada sekitar 5000 penonton saja, yang tentunya kurang dari 10% kapasitas stadion. Sayang memang, tapi apa boleh buat. Namun, jangan ditanya semangatnya, menggelegar.

Denah tempat duduk di tiket, saya di sektor 163

Tempat duduk saya sangat dekat dengan lapangan. Di sektor 163 seperti di gambar di atas. Saya bisa melihat cukup dekat pemain yang biasanya hanya saya tonton lewat layar kaca. Mengharukan :).

Pemanasan

Sebelum pertandingan, kita bisa melihat mereka pemanasan. Lalu menyebut nama pemain yang menjadi starting line up bersama-sama. Ini sangat menggetarkan jiwa.

Mejeng

Pertandingan sendiri sangat menjengkelkan ahaha. Bagaimana tidak, melawan tim yang setengah pincang, perlu gol Dzeko di menit ke 90 untuk memastikan kemenangan. Wkwkwk. Tapi seru sih, last minute goal.

Surreal experience

Suasana di stadion memang beda, apalagi di kandang klub idola. Sungguh mimpi yang menjadi kenyataan. Boleh lah kapan-kapan lagi.

Stadion San Siro nan Megah

Ternyata saya tidak terlalu banyak ambil foto pas di dalam stadion. Lupa kalau ingatan saya kurang kuat, wkwkwk. Ya gimana, terlalu terbawa suasana pertandingan. Oh ya, sempet agak mewek juga pas mulai masuk stadion, kayak ajaib gitu, bisa sampai San Siro dan nonton langsung pertandingannya.

Pasca Pertandingan

Setelah nonton, saya memutuskan untuk merayakan mimpi yang terwujud ini dengan seloyang pizza asli Italia. Meski lebih tipis dibanding pizza-nya pizza hut, saya tetap tidak habis, wkwkwk. Yang akhirnya saya jadikan bekal di bus keesokan harinya.

Pizza lokal nan lezat
Bonus: Rheinpark Stadion, Kandang FC Vaduz dan Timnas Liechtenstein

Epilog

Saya selalu percaya, mimpi itu selalu gratis. Dan entah kapan, mimpi bisa terwujud menjadi nyata. Mungkin bukan sekarang, dan perlu dikantongi dulu mimpinya, tapi siapa tahu nanti ada kesempatan.

Yah, yang penting selalu ada usaha dan doa untuk ke arah mimpi tersebut. Klise sih, tapi sejauh ini bisa benar kok.

Oh ya, beberapa tips untuk nonton pertandingan:

  • Cari informasi tiket jauh-jauh hari
  • Datang 2 jam lebih awal, lumayan kalau bisa menyambut bus pemain
  • Bisa bawa makanan ke stadion di Italia, jadi bawa bekal saja. Di Jerman agak susah
  • Nonton di TV lebih kelihatan jelas aksi para pemain, jadi bukan itu tujuan utama nonton di stadion
  • Nonton di stadion selain butuh biaya lumayan, juga butuh timing yang oke. Apalagi kalau stadionnya jauh.

Forza Inter!

Tinggalkan komentar